Dua minggu yang lalu aku dan Mr, Phang dapat oleh oleh cempedak dari pak Tim yang tinggal di Bogor.
Waktu datang, cempedaknya masih berwarna kuning muda dengan sedikit semburat warna hijau. Dulu aku pernah makan cempedak, tapi kurang suka. Waktu itu juga dioleh olehin Kokoku yang habis ikut lomba tembak Perbakin di Sumatra (kalau nggak salah :D). Cempedaknya hanya aku makan biasa saja. Rasanya menurutku sih nggak enak. Maklum di daerah tempat tinggalku dulu (Semarang) dan sekarang (Surabaya) cempedak termasuk buah tidak populer. Hanya ada di SPM besar saja, dan baunya nggak asyik...
Karena itu waktu dapat dari pak Tim, aku sempat mikir aku bakalan nggak suka juga, jadi lebih baik aku berikan saja keteman yang mau.. Dan ternyata nggak ada yang mau…keterlaluannnn…. hahaha…diberi kok nggak ada yang mau. Akhirnya cempedaknya aku bawa pulang. Simpan di atas meja. Aku nggak ngerti harus diapakan buah ini.
Beberapa hari kemudian Mr. Phang cerita kalau cempedaknya yang masih belum matang benar sudah diolah oleh Ibu. Bijinya dibuang semua. Dan rasanya tasteless. Beliau wanti wanti supaya aku sabar menunggu sampai cempedakku benar benar matang, kulitnya berwarna coklat kehitaman. Nggak boleh masuk kulkas. Dan tunggu sampai seluruh rumahmu bau cempedak, baru kamu buka. Halah...kok ya beliau tahu aja rumahku cuma seuplik..jangankan cempedak, bau strawberry aja bisa ngabar kemana mana -hyperbola dikit -hehehe...
Dan Mr. Phang bilang, cempedak paling enak digoreng tepung seperti pisang goreng. Bijinya jangan dibuang karena nanti madunya akan hilang. Heee…..tambah nggak napsu aku.. Kebayang lembeknya. Aku pernah makan nangka goreng, dan kurang suka karena lembek (nyunyut sekali). Tapi Beliau bilang ‘trust me !’ Yo wis….
Akhirnya Kamis pagi, setelah aku rasa cempedakku sudah cukup matang (bahkan menjelang kebusukan :D ) aku pecah dan ambil dagingnya. Ternyata nggak sesusah membersihkan nangka. Getah cempedak tidak terlalu banyak.
Sebelum memotong aku lumuri pisauku dengan minyak goreng, supaya getahnya mudah dibersihkan. Daging buahnya memang tipis dan lembek tapi lentur. Tidak makan waktu lama semua daging sudah aku bersihkan. Ngambilin dagingnya nggak perlu pisau, cuma dicuilin aja sudah lepas.
Sambil membersihkan, sempat ngicip juga. Rasanya manis. Jauh lebih enak dari bayanganku. Tapi daminya (dami itu serat serat yang memisahkan daging buah, nggak ngerti bahasa Indonesianya apa :D) nggak bisa dimakan, nggak seperti nangka. Bijinya lebih mirip kluwih (keluarga sukun, berwana hijau yang sering dibuat sayur lodeh)
Simpan dulu di Tupperware karena buru buru ngantor. Eh, jangan dicuci ya...ntar cepet busuk.
Long weekend tetap tersimpan di kulkas karena aku ke Probolinggo nengokin Ibu Mertua.. Senin pagi, aku mikir, kalau nggak cepat cepat diolah bisa beneran busuk nih cempedak. Walaupun gratisan nggak tega juga kalau harus membuang makanan.
Akhirnya aku buatin adonan tepung dan goreng. Sebagian goreng sebijinya, sebagian bijinya aku buang, saking pengen membuktikan kata kata Mr. Phang, yang bahkan di bandara sebelum pulang ke Singapore pun masih mengajari aku cara menggorengnya.
Goreng..goreng..goreng…setelah hangat langsung icip…..ealaaahh….ternyata beneran enak. Dan, seperti wanti wanti Bossku tercinta itu, yang digoreng bersama bijinya jauh lebih manis. Aku tawarin Pok suamiku, ternyata dia suka juga, padahal biasanya kalau makan pisang goreng yang empuk dia nggak mau…ini bukan empuk lagi, tapi lembek, eh dia bilang enak.
Nah, buat yang mau nyoba membuat limpang limpung cempedak alias cempedak goreng, aku share adonan tepungnya ya…seperti tepung untuk menggoreng pisang biasa cuma buat lebih kental.
Bahan :
1 buah Cempedak
300 gr terigu segitiga (kalau pakai Cakra jadi keras)
2 butir telur ayam
+/- 5 sdm gula pasir (kalau terlalu banyak cepat gosong)
½ sdt vanili bubuk
1 sdt garam
Air secukupnya
Minyak untuk menggoreng
Cara membuat :
Aduk rata semua bahan, jangan terlalu cair.
Masukkan cempedak, goreng dengan minyak banyak, panas dan api besar.
Kalau apinya kecil, cempedaknya tambah lembek.
Titiskan.
Sajikan.
ini cempedak yang digoreng berbiji...lebih manis.
Ajaibnya, perutku bisa menerima cempedak...mungkin karena nggak banyak gasnya :).
Kayaknya lain kali nggak bakalan nolak kalo ada yang kasih oleh oleh cempedak nih...